Bersabarlah Terhadap Orang Lain – Renungan Di Kala Mudik


Bagiku, momentum mudik selalu menjadi guru yang baik dalam mendidik tenggang rasa. Kumpul di keluarga besar misalnya. Biasanya kita akan menemukan bermacam-macam orang. Cara mereka memandang suatu hal juga berbeda-beda. Ini terjadi karena perbedaan latar belakang pekerjaan, pendidikan, pengalaman hidup, psikologi usia dan berbagai macam hal lainnya.

Contohnya ada nenek yang dinilai cucunya cerewet dan membosankan. Karena sang nenek selalu menyuruh cucunya makan nasi. Mungkin cucunya belum bisa paham, jika nenek hidup di zaman penjajahan Jepang. Dimana mendapatkan makanan adalah sesuatu barang berharga. Untuk mendapatkannya diperlukan suatu perjuangan yang tidak mudah. Di saat yang sama mungkin sang nenek merasa cucunya agak kurang bisa bersikap hormat. Sang nenek masih membandingkan cucunya dengan masa ia kecil dulu, jangankan menyangkal pendapat orang tua, melihat tatapan tidak setuju dari orang tua saja ia tak berani.

Seringkali nenek menilai candaan cucunya dinilainya sebagai hal yang tidak sopan. Mungkin sang nenek kurang paham jika cucunya tumbuh di zaman terbuka. Disaat kebebasan berekspresi dan sosial media telah menjadi suatu gaya hidup. Mungkin antara nenek dan cucu memiliki kebutuhan yang berbeda. Cucu ingin kebebasan sedangkan nenek rindu untuk dihormati.

Contoh lainnya saat reunian di kala mudik, mungkin ada sepupu kita yang masih kanak-kanak rewel, mungkin ia masih merasa asing atau ia sedang jenuh. Sedangkan orang tuanya masih ingin berlama-lama temu kangen dengan teman-temannya. Antara orang tua dan anakpun memiliki kebutuhan yang berbeda meski mereka duduk dalam tempat yang sama, anak butuh bermain, berlari, tidak bisa duduk diam di acara formal. Sedangkan orang tua punya kebutuhan untuk bercengkrama lama-lama dengan teman-temannya.

Namun di situasi-situasi seperti itu, saya selalu melihat ada satu atau dua orang yang selalu mampu menjadi oase. Mereka yang selalu ringan tangan menolong, mempermudah setiap kebutuhan orang lain. Contohnya ketika berhadapan dengan orang tua. Mereka benar-benar tahu bagaiamana cara bersikap dengan orang tua. Mereka memancing para orang tua untuk bercerita masa perjuangannya pada zaman mudanya. Biasanya mereka adalah seorang pendengar yang baik. Dan mungkin itulah sesuatu yang sedang dibutuhkan oleh para lansia.

Atau ketika mereka berhadapan dengan keponakan-keponakan yang sedang jenuh dengan acara formal. Mereka bisa menghiburnya dengan permainan sederhana. Bermain tebak kata atau sekedar bermain bayang-bayang dengan jari tangannya. Saya pernah berpikir, mungkin orang-orang seperti mereka tidak menyadari, jika mereka sudah menjadi oase. Mereka berbuat baik tanpa proses alur berpikir yang panjang. Mereka berbuat baik ya karena ingin berbuat baik saja. Seolah-olah mereka memiliki reflek untuk selalu berbuat baik. Suatu reflek yang sudah tertanam kuat di bawah alam sadarnya. Saya ingin menjadi seseorang seperti itu.

Dalam satu tempat yang sama, setiap orang bisa memiliki sudut pandang berbeda. Dalam situasi yang sama setiap orang berpotensi untuk memiliki proses berpikir yang berbeda. Dan yang paling terasa adalah setiap orang memperjuangkan kepentingan yang berbeda-beda pula. Kemauan untuk mau memahami kebutuhan setiap orang, termasuk background pengalaman hidupnya serta bagaimana cara ia berpikir, membuat seseorang menjadi lebih bijak dalam menyikapi kebutuhan setiap orang.

Contohnya si A lahir dari orang tua yang metropolitan, orang tuanya sibuk, dia terbiasa melihat segala sesuatu berdasarkan materi, oh berarti kalau sama si A ngomongnya seharusnya kayak gini. Oh si B adalah anak desa yang datang ke kota dengan perasaan yang masih malu-malu, oh cara ngomong dengan si B seharusnya seperti ini. Sedangkan si C adalah anak yang suka minta-minta, eh ternyata orang tuanya juga terbiasa meminta-minta dihadapan anaknya. Mungkin anaknya berpikir meminta-minta adalah sesuatu yang tidak papa. Oh berarti kalau sama si C ngomongnya harus kayak gini.

Kemampuan seperti ini penting untuk kita miliki agar kita bisa semakin bertoleransi, atau memberi kesempatan kepada seseorang untuk menjadi lebih baik. Kemampuan ini juga bisa membuat kita bisa bersabar terhadap tabiat orang lain. Dan yang tak kalah penting kemampuan seperti ini, bisa membuat seseorang berproses melakukan kebaikan dengan sukarela.

Misalkan agar seseorang itu mau pergi ke pasar. Dan situasi di rumah mengharuskan seseorang pergi ke pasar. Dengan si A kita bisa bilang, di pasar kamu bisa beli baju dan tas-tas yang bagus. Sedangkan si B kita bisa bilang, nanti kamu bisa kenalan dengan anak penjualnya mereka dari desa juga lo dan mereka bisa survive di sini dengan jualan di pasar. Mungkin kamu bisa belajar banyak darinya.

Cara kita ngomong kepada si A mungkin bisa membuat ia melakukan pekerjaan, namun mungkin tidak bagi si B. Dan begitu juga sebaliknya. Semua itu tergantung cara berpikir seseorang. Tentu saja kemampuan yang seperti ini akan kita miliki jika kita mau bersabar terlebih dahulu untuk membaca kebutuhan atau kekurangan seseorang.

Saya ingin punya kemampuan baik dalam hal yang seperti itu. Apalagi ketika saya mendengar lecture Omar Sulaeman. Di dalam khotbahnya ia pernah menyampaikan, bersabarlah kamu dalam menghadapi kesalahan orang lain. Dengan harapan jika kamu bersalah, Allah juga akan bersabar kepadamu.

Jika seseorang berbohong, bayangkan jika kamu yang berbohong suatu hari kelak. Kamu ingin Allah menyikapimu seperti apa, menghardikmu, meninggalkanmu, atau meluruskan lisanmu? Kalau kamu ingin diterima Allah, ingin diterima dengan cara yang bagaimana? Nah seperti itulah kamu harus bersikap. Saya jadi ingat dengan ayat favorit sahabat karib saya, “… berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS Al Qasas ayat 77)

Seperjalanan mudik kemarin. Ada catatan tersendiri buat diri saya pribadi. Tabiat buruk yang kita temukan dari diri orang lain, janganlah sampai kita memberi penyikapan yang membuat dia semakin menilai dirinya buruk dan membuat ia semakin jauh dari kebaikan. Mengubah tabiat buruk tentunya butuh proses yang bertahap bukan? Berilah kesempatan pada orang lain untuk berubah menjadi lebih baik. Sebagaimana kita ingin Allah memberi kesempatan pada kita.

Tulisan ini dari Arkandini Leo

2 thoughts on “Bersabarlah Terhadap Orang Lain – Renungan Di Kala Mudik

Leave a comment