[MFA] #11 – Lebih Mulia dari Malaikat


mfa11

Pada surat Al Baqarah ayat 30, dibahas bahwa Allah mengabarkan kepada Malaikat mengenai penciptaan khaliifah di muka bumi. Penciptaan di sini jelas berbeda dengan keyakinan di Kristen. Muslim tidak meyakini bahwa Adam diturunkan ke Bumi karena hukuman.

Di surat Al Baqarah ayat 30 ini, dikabarkan bahwa Nabi Adam dihadirkan di bumi dengan penciptaan. Tidak ada kisah hukuman yang menimpa Nabi Adam yang dikaitkan dengan buah di surga dan bisikan setan. Semua itu baru tercantum setelah ayat 30 tersebut.

Inilah yang berbeda dengan keyakinan Kristen; di mana Kristen meyakini bahwa Adam telah berdosa dan diturunkan ke bumi. Maka dari situlah anak-anak Adam juga menanggung dosa sejak lahir. Dalam Islam, bayi yang lahir adalah masih suci, tidak menanggung dosa apapun. Oleh karenanya jika bayi tersebut meninggal, maka dia akan langsung masuk surga.

“Wa idz qoola rabbuka lil malaa’ikati inniy jaa’lun fil ardhi khaliifah” (Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”).

Mengenai “khaliifah”, Ibnu Katsir mengartikannya sebagai yakhlufu ba’du hum ba’da (seseorang yang menggantikan seseorang setelahnya). Dalam konteks kemanusiaan, dia adalah seseorang yang memiliki keturunan. Dari keturunan tersebut lahir keturunan berikutnya dan keturunan berikutnya. Tidak seperti malaikat, yang tidak berkembang biak seperti manusia. Jadi, khalifah adalah satu yang kemudian menggantikan yang satunya dan seterusnya. Atau nabi yang hadir setelah nabi sebelumnya dan seterusnya.

Pada kalimat selanjutnya, malaikat menanyakan bahwa “qaaluu ataj’alu fiihaa man yufsidu fiihaa wa yasfikud dimaa’a” (mereka berkata: ‘mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?’). Memang sebelum ayat ini, sudah disinggung mengenai fasad (orang-orang yang berbuat kerusakan). Malaikat memprediksi bahwa kerusakan akan terjadi di bumi bila manusia diciptakan. Termasuk juga pertumpahan darah.

Selanjutnya, “wa nahnu nusabbihu bihamdika wa nuqaddisulaka” (padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?).

Di sini terdapat kontradiksi yang diajukan oleh malaikat. Malaikat senatiasa bertasbih tapi manusia (berpotensi) berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. Malaikat seolah-olah ‘memprotes’ Allah, mengapa tidak cukup dengan penciptaan malaikat saja yang selalu bertasbih dan memuji Allah. Ini menyiratkan bahwa berbuat kerusakan dan menumpahkan darah di bumi adalah kebalikan dari bertasbih dan memuji Allah. Ustadz Nouman mengatakan, berbuat kerusakan berarti keluar dari fitrah, dia tidak menggunakan akal yang sudah diberikan oleh Allah.

Kemudian Allah mengatakan pada malaikat “qoola innii a’lamu maa laa ta’lamuun” (Allah berfirman: ‘sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’). Artinya Allah lebih mengetahui maksud penciptaan manusia dibanding malaikat. Allah mengetahui akan ada maslahat yang lebih besar daripada potensi kerusakan yang nanti akan ditimbulkan oleh manusia.

Faktanya memang demikian. Di bumi ini, lahir beragam manusia. Di antara mereka ada yang berbuat kerusakan, kedzaliman, korup, dan menghalalkan segala cara. Tapi ternyata di antara manusia-manusia itu ada orang-orang sholih, yakni mereka yang mencegah kerusakan. Mereka adalah orang-orang yang beriman.

Jika kita cermati, ayat tersebut mengandung faidah yang luar biasa. Ada apresiasi yang sangat tinggi yang disematkan pada orang-orang yang beriman. Ketika malaikat mempertanyakan penciptaan manusia karena potensi kerusakannya, justru Allah ‘mempertahankan’ penciptaan tersebut. Allah seolah-olah ingin menunjukkan bahwa di antara manusia nanti ada manusia yang derajatnya melebihi malaikat. Mereka adalah para Nabi, Rasul, sahabat, ulama’, syuhada, wali, dan orang-orang solih.

Maka tidak heran, Allah menurunkan berbagai penderitaan dan cobaan pada orang yang beriman demi meningkatkan derajat mereka. Mereka rela mengorbankan harta dan jiwa demi berjuang menegakkan agama-Nya dan mencegah kerusakan di dunia. Pertanyaannya, sudahkah kita meneladani mereka?

Oleh: Muhammad Fatkhurrozi
fatkhurrozi@windowslive.com

Sumber video:

One thought on “[MFA] #11 – Lebih Mulia dari Malaikat

Leave a comment